Gunung Datar Terbesar Di Dunia
Gunung Roraima mulai terkenal pada tahun 1912 ketika Sir Arthur Conan Doyle-menulis novel fiksi yang berjudul The Lost World. dia melakuan pendakian ke gunung Roraima-untuk melakukan eksplorasi dalam riset pencarian spesies tanaman prasejarah dan dinosaurus yang diyakini hidup terisolasi dan tidak berubah selama jutaan tahun di puncak gunung.
Conan-Doyle diilhami oleh ahli botani Inggris Everard Im Thurn yang pada 18 Desember 1884 dengan Harry Perkins, mereka merupakan orang pertama yang mencapai puncak Gunung Roraima. Im Thurn dan Perkins bukan orang Eropa pertama yang melihat Gunung Roraima, orang pertama eropa yang melihatnya adalah seorang penjelajah Jerman Robert Schomburgk yang seorang ilmuwan yang penjelajah daerah Britains Royal Society pada 1838.
Menyampaikan ceramah dalam ekspedisi nya yang ketika itu dihadiri Conan-Doyle. yang kemudian mengilhaminya untuk melakukan penjelajahan ke gunung roraima. Im Thurn dan Perkins mendaki Gunung Roraima dari tenggara dengan apa yang sekarang disebut Im Thurn rute, satu-satunya cara termudah untuk mencapai puncak. dalam ekspedisinya Im Thurn harus berjuang menempuh jarak ratusan kilometer juga melewati sungai dan hutan-hutan liar beserta binatang buas yang berbahaya.
Setelah Im Thurn dan Perkins, banyak ekspedisi ilmiah Inggris yang datang untuk mengumpulkan dan melakukan penelitian mengenai flora dan fauna aneh yang ada di gunung roraima dan menghasilkan banyak spesies baru yang ada di sana dan gunung ini sudah ditetapkan dalam daftar situs warisan dunia. Source
Misteri Nyos lake
Danau Nyos, danau luas di kawasan Kamerun dengan kedalaman mencapai 157 m dengan bagian terdalamnya 208 meter. Ada banyak penduduk yang tinggal dilembah di sekeliling danau Nyos. Namun, pada tahun 1986, terjadi keanehan di pemukiman penduduk itu. Sekitar 1700 orang meninggal secara mendadak dan bersamaan. Yang lebih anehnya, semua penduduk yang meninggal itu tewas dalam posisi ketika sedang melakukan pekerjaan sehari-hari. Ada yang tewas sambil memompa air, sedang memasak dan ada juga yang tewas ketika sedang meminum segelas air. Beberapa orang yang selamat dari peristiwa itu menceritakan apa yang terjadi pada hari orang-orang tersebut meninggal.
Katanya, pada malam sebelum kejadian itu, udara mendadak hangat dan tercium bau seperti telur busuk. Masyarakat tidak terlalu memperdulikan kejadian itu. Dan esok harinya, banyak mayat yang bergelimpangan. Tidak ada yang tahu pasti apa penyebab kematian yang aneh itu. Namun ditemukan bahwa warna air Danau Nyos berubah dari bening menjadi warna oranye terang.
Untuk mencari jawaban, para ahli kemudian meneliti Danau Craten di Oregon. Danau ini adalah danau terluas nomor tujuh di dunia. Luasnya mencapai 50 km persegi dengan kedalaman 594 meter. Sehingga digambarkan kalau Empire State dimasukkan ke danau ini, pasti akan tenggelam. Danau Craten menampung sekitar 19 triliun liter air. Sekitar 7700 tahun yang lalu, Gunung Mazame di tempat itu meletus dan melemparkan puncak gunungnya. Kawah inilah yang kemudian membentuk Danau Craten. Namun, ternyata aktivitas gunung Mazame masih tetap mempengaruhi danau tersebut. Karena dibawah danau ternyata masih terdapat kolam-kolam bekas magma yang masih tetap panas. Para ahli menemukan bahwa suhu air di dasar danau lebih hangat beberapa derajat, kadar garamnya juga sepuluh kali lebih pekat dan mengandung banyak CO2 dan kemudian merembes dari celah-celah kerak bumi dan menuju ke kawah yang kini telah menjadi danau. Namun, keberadaan air telah menghalangi CO2 itu naik ke udara. Kalaupun ada sedikit yang terlepas, masih bisa hilang terbawa hembusan angin. Sehingga tidak terlalu membahayakan.
Proses pergantian musim juga sangat mempengaruhi. Pada musim dingin, perputaran air akan terdorong ke bawah karena suhu dibawah lebih hangat. Sebaliknya pada musim panas, perputaran air akan naik ke atas. Siklus inilah yang kemudian membuat munculnya lapisan-lapisan air yang berbeda kadar kepadatannya. Lapisan air yang paling bawah lebih pekat daripada yang diatas. Di lapisan air yang paling bawah inilah CO2 yang mengalir dari dasar bumi itu tertahan. CO2 tidak bisa naik lebih tinggi karena perbedaan kepekatan air di lapisan atasnya. Sehingga berkumpul dan terakumulasi selama puluhan tahun dan menjadi sangat banyak di lapisan air yang paling bawah.
Fenomena ini kemudian ditemukan juga pada Danau Horseshoe yang berukuran lebih kecil dari Danau Craten. Pohon-pohon yang tumbuh di sekitar danau itu mengering dan akhirnya mati. Setelah diselidiki, ternyata kadar CO2 di danau ini mencapai 100 ton/hari dan meresap ke tanah. Inilah yang membuat pohon-pohon di sekitarnya mati. Para ahli kemudian melakukan percobaan dengan menggali sedikit tanah di tepi danau itu lalu mencoba menyalakan api. Namun, akibat pekatnya kadar CO2 nya, api langsung padam begitu didekatkan dengan tanah. Ternyata akumulasi CO2 yang sudah sangat banyak di danau itu akhirnya meluap dan menyebabkan danau itu menjadi sangat berbahaya. Namun, kadar CO2 di Danau Horseshoe tidak terlalu membahayakan manusia, karena batas kadar yang membahayakan adalah 1,75 juta ton. Dan ini hanya akan terjadi pada peristiwa gunung meletus.
Penemuan-penemuan inilah yang kemudian membantu para ahli untuk bisa menyimpulkan apa yang terjadi di Danau Nyos. Malam hari sebelum peristiwa itu, ada sebuah tebing di tepian danau, runtuh ternggelam dalam air. Diperkirakan reruntuhan ini telah menggoncang lapisan air. Sehingga lapisan paling dasar yang dipenuhi dengan CO2 menjadi pecah dan mengalirkan CO2 dalam jumlah besar ke permukaan danau.
Keesokan paginya aliran CO2 ini kemudian memasuki wilayah pemukiman penduduk. Dan karena CO2 tidak berwarna dan tidak berbau, penduduk tidak menyadari kedatangannya. Itulah penyebab banyak penduduk yang tewas ketika sedang mengerjakan kegiatan hariannya. CO2 ini seperti pembunuh yang mengintai diam-diam. Mungkin hanya segelintir orang saja yang menyadari adanya bahaya tak kasat mata yang terdapat di dasar danau yang terlihat sangat indah di permukaannya itu. Tanpa mereka sadari, mereka telah menghirup CO2 yang berasal dari lapisan paling dasar danau, yang telah terakumulasi selama puluhan tahun. Dan banyak sekali orang yang meninggal karena hal tersebut.
BACA FULL»
Katanya, pada malam sebelum kejadian itu, udara mendadak hangat dan tercium bau seperti telur busuk. Masyarakat tidak terlalu memperdulikan kejadian itu. Dan esok harinya, banyak mayat yang bergelimpangan. Tidak ada yang tahu pasti apa penyebab kematian yang aneh itu. Namun ditemukan bahwa warna air Danau Nyos berubah dari bening menjadi warna oranye terang.
Untuk mencari jawaban, para ahli kemudian meneliti Danau Craten di Oregon. Danau ini adalah danau terluas nomor tujuh di dunia. Luasnya mencapai 50 km persegi dengan kedalaman 594 meter. Sehingga digambarkan kalau Empire State dimasukkan ke danau ini, pasti akan tenggelam. Danau Craten menampung sekitar 19 triliun liter air. Sekitar 7700 tahun yang lalu, Gunung Mazame di tempat itu meletus dan melemparkan puncak gunungnya. Kawah inilah yang kemudian membentuk Danau Craten. Namun, ternyata aktivitas gunung Mazame masih tetap mempengaruhi danau tersebut. Karena dibawah danau ternyata masih terdapat kolam-kolam bekas magma yang masih tetap panas. Para ahli menemukan bahwa suhu air di dasar danau lebih hangat beberapa derajat, kadar garamnya juga sepuluh kali lebih pekat dan mengandung banyak CO2 dan kemudian merembes dari celah-celah kerak bumi dan menuju ke kawah yang kini telah menjadi danau. Namun, keberadaan air telah menghalangi CO2 itu naik ke udara. Kalaupun ada sedikit yang terlepas, masih bisa hilang terbawa hembusan angin. Sehingga tidak terlalu membahayakan.
Proses pergantian musim juga sangat mempengaruhi. Pada musim dingin, perputaran air akan terdorong ke bawah karena suhu dibawah lebih hangat. Sebaliknya pada musim panas, perputaran air akan naik ke atas. Siklus inilah yang kemudian membuat munculnya lapisan-lapisan air yang berbeda kadar kepadatannya. Lapisan air yang paling bawah lebih pekat daripada yang diatas. Di lapisan air yang paling bawah inilah CO2 yang mengalir dari dasar bumi itu tertahan. CO2 tidak bisa naik lebih tinggi karena perbedaan kepekatan air di lapisan atasnya. Sehingga berkumpul dan terakumulasi selama puluhan tahun dan menjadi sangat banyak di lapisan air yang paling bawah.
Fenomena ini kemudian ditemukan juga pada Danau Horseshoe yang berukuran lebih kecil dari Danau Craten. Pohon-pohon yang tumbuh di sekitar danau itu mengering dan akhirnya mati. Setelah diselidiki, ternyata kadar CO2 di danau ini mencapai 100 ton/hari dan meresap ke tanah. Inilah yang membuat pohon-pohon di sekitarnya mati. Para ahli kemudian melakukan percobaan dengan menggali sedikit tanah di tepi danau itu lalu mencoba menyalakan api. Namun, akibat pekatnya kadar CO2 nya, api langsung padam begitu didekatkan dengan tanah. Ternyata akumulasi CO2 yang sudah sangat banyak di danau itu akhirnya meluap dan menyebabkan danau itu menjadi sangat berbahaya. Namun, kadar CO2 di Danau Horseshoe tidak terlalu membahayakan manusia, karena batas kadar yang membahayakan adalah 1,75 juta ton. Dan ini hanya akan terjadi pada peristiwa gunung meletus.
Penemuan-penemuan inilah yang kemudian membantu para ahli untuk bisa menyimpulkan apa yang terjadi di Danau Nyos. Malam hari sebelum peristiwa itu, ada sebuah tebing di tepian danau, runtuh ternggelam dalam air. Diperkirakan reruntuhan ini telah menggoncang lapisan air. Sehingga lapisan paling dasar yang dipenuhi dengan CO2 menjadi pecah dan mengalirkan CO2 dalam jumlah besar ke permukaan danau.
Keesokan paginya aliran CO2 ini kemudian memasuki wilayah pemukiman penduduk. Dan karena CO2 tidak berwarna dan tidak berbau, penduduk tidak menyadari kedatangannya. Itulah penyebab banyak penduduk yang tewas ketika sedang mengerjakan kegiatan hariannya. CO2 ini seperti pembunuh yang mengintai diam-diam. Mungkin hanya segelintir orang saja yang menyadari adanya bahaya tak kasat mata yang terdapat di dasar danau yang terlihat sangat indah di permukaannya itu. Tanpa mereka sadari, mereka telah menghirup CO2 yang berasal dari lapisan paling dasar danau, yang telah terakumulasi selama puluhan tahun. Dan banyak sekali orang yang meninggal karena hal tersebut.
Next On Bersodagembira
Anggrek Monyet Yang Langka
Bunga Ini adalah salah satu spesies kecil Anggrek Monyet (Dracula simia, monyet vampire ) Mereka ditemukan di hutan hujan tertinggi Ekuador dan Peru dan secara luar biasa menyerupai wajah monyet kecil. Mengapa? Agaknya (dan ini hanyalah sebuah hipotesis pribadi) hal tersebut untuk menarik perhatian hewan atau serangga menghampiri mereka dan membantu penyerbukan mereka.
BACA FULL»
Next On Bersodagembira
Kebudayaan Indonesia yang ‘Hilang’
1. Cium Tangan Pada Orang Tua
2. Penggunaan tangan kanan
3. Senyum dan Sapa
4. Musyawarah
5. Gotong Royong
Dan budaya yang terakhir
“Itu bukan urusan gue!“, “emang gue pikiran“, Whats up bro? Ada apa dengan kalian? Hayoolah kita sebagai generasi muda mulai menimbulkan lagi rasa simpati dengan membantu seksama, karena dengan kebiasaann seperti inilah bangsa kita bisa merdeka saat masa penjajahan, ga ada tuh perasaan curiga, dan dulu persatuan kita kuat.
BACA FULL»
Kita sebagai orang Indonesia yang berbudi luhur pasti tahu dengan budaya yang akan dibahas ini, tapi belakangan kita bisa melihat, merasakan (bahkan mungkin mengalami) udah mulai berkurang. Jadi, kami coba angkat deh, supaya Anda mau mengembalikan budaya kita, menjadi budaya sesungguhnya
2. Penggunaan tangan kanan
Biasanya sih dibilang “salim“, bila di semasa saya hal ini merupakan kewajiban anak kepada orang tua disaat ingin pergi ke sekolah atau berpamitan ke tempat lain. Sebenarnya hal ini penting loh, selain menanamkan rasa cinta kita sama ortu, cium tangan itu sebagai tanda hormat dan terima kasih kita sama mereka, sudahkah kalian mencium tangan orang tua hari ini?
3. Senyum dan Sapa
Bila di luar negeri sih, saya rasa gak masalah dengan penggunaan tangan baik kanan ataupun kiri, tapi hal ini bukanlah budaya kita. Budaya kita mengajarkan untuk berjabat tangan, memberikan barang, ataupun makan menggunakan tangan kanan. (kecuali memang di anugerahi kebiasaan kidal sejak lahir)
4. Musyawarah
Ini sih Indonesia banget! Dulu citra bangsa kita identik dengan ramah tamah dan murah senyum. So, jangan sampai hilang, ya! Ga ada ruginya juga kita ngelakuin hal ini, toh juga bermanfaat bagi kita sendiri. Karena senyum itu ibadah dan sapa itu menambah keakraban dengan sekitar kita.
5. Gotong Royong
Satu lagi budaya yang udah jarang ditemuin khususnya di kota-kota besar semisal Jakarta. Kebanyakan penduduk di kota besar hanya mementingkan egonya masing-masing, pamer inilah itulah, mau jadi pemimpin kelompok ini itu dan bahkan suka main hakim sendiri. Tapi coba kita melihat desa-desa yang masih menggunakan budaya ini mereka hidup tentram dan saling percaya, ga ada yang namanya saling sikut dan menjatuhkan, semua perbedaan di usahakan secara musyawarah dan mufakat. Jadi sebaiknya Anda yang ‘masih’ merasa muda harus melestarikan budaya ini demi keberlangsungan negara Indonesia yang tentram dan cinta damai.
Dan budaya yang terakhir
“Itu bukan urusan gue!“, “emang gue pikiran“, Whats up bro? Ada apa dengan kalian? Hayoolah kita sebagai generasi muda mulai menimbulkan lagi rasa simpati dengan membantu seksama, karena dengan kebiasaann seperti inilah bangsa kita bisa merdeka saat masa penjajahan, ga ada tuh perasaan curiga, dan dulu persatuan kita kuat.
Next On Bersodagembira
Korban Bakteri Pemakan Daging
Aimee Copeland tengah menikmati libur musim panas. Bersama sejumlah kawan. Mereka menjajal flying fox buatan sendiri. Meluncur memacu adrenalin melewati sungai Little Tallapoosa. Hari itu mereka gembira ria. Tapi petaka datang lewat penopang tubuh. Aimee lepas kendali, lalu terlempar ke tepian sungai. Luka menganga di betis kiri. Kawan-kawannya menggotong dia ke unit gawat darurat di rumah sakit terdekat. Liburan tahun 2012 ini berujung suram. Dia menerima 22 jahitan guna menghentikan rembesan darah. Sesudah itu dia pulang ke rumah.
Dokter yang memeriksa terkejut melihat luka yang kian membesar itu. Sang dokter lalu memintanya melakukan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Ini scanning untuk melihat efek luka terhadap jaringan tubuh, organ, dan juga tulang. Masuk hari keempat. Luka itu semakin menyiksa. Tubuh gadis 24 tahun ini lunglai membaca hasil diagnosis. Mengarah pada infeksi bakteri pemakan daging. Bahasa medisnya necrotizing fasciitis. Dan si bakteri itu ganas merangsek. Menyusup masuk ke pori-pori daging lalu melumatnya.
Gadis itu seperti bertarung dengan banyak musuh. Mengejar waktu dan menahan laju rangsek si bakteri ke organ tubuh penting. Jika sampai paru-paru atau jantung, selesailah sudah. Sampai di Agusta, Aimee kritis. Nafas satu-dua. Keganasan bakteri telah membunuh sejumlah jaringan tubuhnya. Para dokter di situ berkutat dengan bakteri itu. Membawa sampelnya ke laboratorium lalu melakukan analisa. Tidak ada jalan lain. Bakteri rakus ini menggiring para dokter itu ke satu sudut: amputasi.
Kaki kiri Aimee harus dipotong hingga batas pangkal paha. Bukan itu saja. Sedikit jaringan diperut harus dibuang, sebab bakteri sudah membajak di situ. Keluarga menunggu cemas di luar ruangan operasi "Operasi itu berjalan lancar, tapi dokter mengatakan harapan hidup Aimee sangat tipis. Hanya doa saja yang bisa menyelamatkannya," kata sang ayah, Andy Copeland, di blognya aimeecopeland.com.
Kekuatan doa dan upaya para dokter itu tidak sia-sia. Aimee mampu melewati fase kritis pertama. Kesadarannya perlahan pulih. Meski belum bisa bergerak dan bersuara, dia sudah bisa tersenyum. Sudah bisa berkomunikasi dengan menggerakkan bibir.
Dua pekan semenjak amputasi itu, kondisi Aimee belum juga stabil. Jemari tangan dan kaki kanan Aimee mulai terlihat ruam yang sangat buruk. Menandakan tak ada aliran darah di sana. Potensi infeksi semakin nyata di area tersebut.
Andy pasrah ketika dokter kembali merekomendasikan amputasi. "Lakukan apa saja untuk memberi kesempatan terbaik yang bisa menyelamatkan hidup Aimee," kata ayah dua putri itu. Dan bukan cuma Aimee yang berjuang tapi juga kakak dan ayah-ibunya. Sang ayah berjuang menata emosi, menahan air mata dan rasa perih ketika menyampaikan kabar buruk kepada putri bungsunya itu soal amputasi kedua. Bersama istrinya, Donna Copeland, dan putri sulungnya, Paige Copeland, Andy segera mengunjungi kamar Aimee sesudah mendengar rekomendasi dokter.
Sang ayah membuka obrolan dengan bercanda. Canda dan saling menguatkan sekitar 30 menit. Lalu sang ayah menggenggam tangan Aimee. Mendekatkan ke wajahnya. Lalu berkata, "Aimee, tangan ini tidak sehat, dan bisa menghambat penyembuhan." Suasana kamar itu senyap. Berdebar mereka menunggu jawaban si bungsu.
Aimee mengangguk.
"Aimee, aku tidak ingin sesuatu terjadi padamu. Pikiranmu masih sangat sehat, jantungmu baik dan semangatmu menyala. Dokter ingin mengamputasi tangan dan kakimu hari ini untuk memastikan kesempatan terbaik bertahan hidup," kata sang ayah dengan suara tercekat.
Aimee mengangguk lagi.
Sang kakak ikut memompa semangat. Dia bercerita tentang tangan dan kaki palsu yang memungkinkan pasien amputasi bisa beraktivitas normal. Mendengar cerita itu Aimee tersenyum. Sejenak dia menatap keluarganya. Lalu sembari senyum menjawab pelan, "Segera lakukan!" Ruang rawat itu tersapu haru.
Melangkah keluar dari situ, sang ayah tak lagi bisa menahan lelehan air mata. Menangis bukan saja karena putrinya akan kehilangan tangan dan kaki. Tapi juga menangis karena selama 53 tahun dalam hidupnya belum pernah melihat ketegaran sebesar itu. Dan itu putri kandungnya sendiri. Yang amat disayangi.
Asal Mulanya Luka Sepele
Necrotizing fasciitis. Bakteri ganas itu bukan hanya menenggelamkan Aimee Copeland ke titik nadir, tapi juga sejumlah warga di Georgia. Ketika Aimee berjuang mempertahankan nafas, di tempat lain tiga warga Georgia Paul Bales, Bobby Vaughn, dan Lana Kuykendall bertahan hidup dengan alat bantu pernafasan.
Dan semuanya bermula dari luka sepele.
Hari pertama bulan Mei, Paul Bales mengalami luka di kaki saat tengah membangun dermaga di danau Sinclair, dekat Milledgeville, Georgia. Tak merasa ada yang kritis, kakek 67 tahun itu hanya membalut lukanya dengan perban. Sesudah itu seperti hari yang sudah-sudah. Aktivitas seperti biasa. Dan pergi main golf. Petaka itu mulai dirasakan hari keempat. “Luka itu tiba-tiba membengkak empat hari kemudian," kata Mike Bales, anak laki-laki Paul. Di usia senjanya kakek Paul terpaksa kehilangan kaki kiri.
Bobby Vaughn mungkin lebih beruntung. Meski tim bedah harus mengangkat jaringan mati di pangkal paha seberat hampir satu kilogram, serangan bakteri pemakan daging itu tak sampai membuat anggota tubuhnya diamputasi. Bakteri ganas itu menyusup ke tubuh pria 33 tahun lewat luka kecil di paha. Tergores mesin pemotong rumput di Cartersville, Georgia. Lain lagi cerita Lana Kuykendall. Wanita 36 tahun itu baru saja bersuka cita. Melahirkan bayi kembar. Tapi beberapa jam setelah meninggalkan sebuah rumah sakit bersalin di Atlanta, Georgia, dia menyadari ada kenyerian dalam memar kecil di kakinya.
Memar itu membesar cepat. Bertambah lebar dalam hitungan jam. Si memar kecil yang kian meraksasa itu memaksanya kembali ke rumah sakit. Melewati tujuh kali operasi, kondisinya kini masih kritis. Empat kasus dalam waktu hampir bersamaan itu sontak membuat panik warga Georgia. Mereka takut dengan wabah bakteri pemakan daging manusia. Orang-orang lalu menghindari lokasi di mana para korban terinfeksi. Untuk melihat gambar korban yang terkena serangan bakteri necrotizing fasciitis ini dapat mengakses Google dan mengetikan keyword "necrotizing fasciitis" akan terlihat foto korban keganasan bakteri ini. namun jika anda tidak kuat mohon jangan menuju kesana.
Bukan hanya warga Georgia, penyakit ini kemudian membetot perhatian warga Amerika Serikat, pemerintah dan para ahli bakteri dari seluruh dunia. Sepanjang pekan lalu, para ahli kesehatan di negeri Barrack Obama itu sibuk menelisik bakteri ganas ini. Dan berusaha keras meredam penyebaran. Dan ternyata bakteri itu sudah pernah mengamuk di masa lalu. Bukan hanya di Amerika Serikat. Menyebar di Kanada hingga Belanda di Benua Eropa. Korbannya juga sudah banyak Sejumlah tokoh dunia bahkan pernah dimangsa.
Tahun 1994, Perdana Menteri Quebec, Kanada, Lucien Bouchard, kakinya digerogoti bakteri ini. Kaki sang perdana menteri itu terpaksa diamputasi. Kasusnya disebut sebagai yang pertama terekam media. Mantan Perdana Menteri Belanda, Peter Balkenende, juga digerogoti bakteri serupa pada 2004. Beruntung, penanganan cepat menyembuhkannya, tanpa harus masuk kamar operasi. Tanpa harus amputasi. Pada 2005, necrotizin fasciitis bahkan merenggut nyawa Alexandru Marin, profesor peneliti di MIT Boston University dan Harvard University. Setahun kemudian, David Walton, seorang pakar ekonomi asal Inggris juga kehilangan nyawa, hanya dalam tempo 24 jam setelah tubuhnya diketahui digerogoti bakteri ganas itu.
Langka dan Membunuh
Necrotizin fasciitis merupakan infeksi bakteri. Biasa menyerang lewat luka atau goresan di kulit. Si bakteri itu tidak hanya merusak sel-sel kulit, otot, serta lapisan lemak, tapi berpotensi mematikan jaringan tubuh. Gejala awal tak terlalu menyolok. Kulit membengkak, ruam atau memar. Berkeringat, badan menggigil, demam, dan mual. Namun, dalam hitungan hari, bahkan jam, penyakit ini bisa memicu kegagalan fungsi organ. Dari situlah kematian bisa menjemput.
Menurut WebMD, necrotizin fasciitis tergolong penyakit langka yang sangat ganas. Meski hampir semua korban segar bugar, sehat walafiat sebelum terinfeksi, tapi sekitar 25 persen di antaranya kehilangan nyawa dalam waktu yang sangat singkat. Ada beragam bakteri yang memicu infeksi ini. Salah satunya Aeromonas hydrophila. Si Aeromonas itulah yang terdeteksi di tubuh Aimee. Meski hidup di lingkungan bebas, bakteri ini tak otomatis bisa menulari orang sekeliling. Kasus yang terjadi masih langka.
Dr. William Schaffner, Kepala Departemen Pencegahan Penyakit di Vanderbilt University Medical Center, mengatakan, jumlahnya yang terdata sekitar 250 kasus di seluruh Amerika Serikat. Dari kasus yang terdata, 70 persen korban umumnya memiliki salah kondisi berikut: luka terbuka, daya tahan tubuh lemah, dan gangguan sistem kesehatan kronis seperti diabetes, kanker, gangguan liver, dan penyakit ginjal.
Dr Buddy Creech, asisten profesor penyakit menular pediatrik di Vanderbilt University, mengingatkan bahwa bakteri ini bersifat virulen. Memiliki kemampuan luar biasa menghancurkan jaringan di sekelilingnya. "Saat masuk ke jaringan dalam, kerusakan biasanya akan sangat sulit dikendalikan." Lantaran susah ditaklukkan, penangganan cepat sangat menentukan selamat tidaknya korban. Selain pemberian obat antibiotik dosis tinggi, operasi pengangkatan jaringan terinfeksi biasanya menjadi pilihan. Menghindari penyebaran. Amputasi juga harus segera dilakukan jika bakteri menyebar melalui tangan dan kaki.
"Semakin cepat penanganan, semakin besar kemungkinan Anda sembuh dan terhindar komplikasi serius, seperti amputasi anggota tubuh atau kematian," kata Creech. Aimee mungkin terlambat ditangani. Bolak-balik ke ruang gawat darurat, luka itu dianggap biasa. Bahkan oleh para dokter yang merawat. Gadis cantik ini harus kehilangan seluruh kaki kiri. Pergelangan kaki kanan. Dua pergelangan tangan, dan sebagian jaringan di perut.
Selain kerja keras para dokter di ruang operasi, ketegaran membuat semangat hidupnya terus menggelora. Kini dia perlahan pulih. Sudah bisa duduk. Bicara. Bahkan bercanda dengan gelak tawa. Semoga Bakteri necrotizing fasciitis ini segera lenyap dari muka bumi dan tidak ada lagi yang terkena keganasan bakteri ini
BACA FULL»
Sehari berselang. Mahasiswi program master di West Georgia University itu ditimpa sakit luar biasa di sekitar area jahitan. Dia terpaksa masuk lagi ke unit gawat darurat dan pulang mengantongi obat pereda sakit Motrin dan Tylenol. Tapi dua obat itu sama sekali tidak mempan. Bukannya mengering, luka malah kian membesar. Area sekitar luka membengkak dengan ruam-ruam yang perih. Bersama rasa sakit tak terperikan itu, ia masuk lagi ke unit gawat darurat. Ini yang ketiga.
Dokter yang memeriksa terkejut melihat luka yang kian membesar itu. Sang dokter lalu memintanya melakukan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Ini scanning untuk melihat efek luka terhadap jaringan tubuh, organ, dan juga tulang. Masuk hari keempat. Luka itu semakin menyiksa. Tubuh gadis 24 tahun ini lunglai membaca hasil diagnosis. Mengarah pada infeksi bakteri pemakan daging. Bahasa medisnya necrotizing fasciitis. Dan si bakteri itu ganas merangsek. Menyusup masuk ke pori-pori daging lalu melumatnya.
Nyawa Aimee terancam. Maut itu sudah menyusup masuk sampai ke paha dan pinggul. Daging di paha rusak digerogot bakteri itu. Dokter sekuat tenaga membantu. Upaya darurat yang bisa dilakukan adalah mengangkat semua jaringan luka. Tapi tak mampu menghentikan laju sang bakteri. Dokter di situ menyerah. Lalu menerbangkan Aimee ke JMS Burn Center Augusta, sebuah rumah sakit yang memiliki unit perawatan infeksi paling canggih di Georgia.
Gadis itu seperti bertarung dengan banyak musuh. Mengejar waktu dan menahan laju rangsek si bakteri ke organ tubuh penting. Jika sampai paru-paru atau jantung, selesailah sudah. Sampai di Agusta, Aimee kritis. Nafas satu-dua. Keganasan bakteri telah membunuh sejumlah jaringan tubuhnya. Para dokter di situ berkutat dengan bakteri itu. Membawa sampelnya ke laboratorium lalu melakukan analisa. Tidak ada jalan lain. Bakteri rakus ini menggiring para dokter itu ke satu sudut: amputasi.
Kaki kiri Aimee harus dipotong hingga batas pangkal paha. Bukan itu saja. Sedikit jaringan diperut harus dibuang, sebab bakteri sudah membajak di situ. Keluarga menunggu cemas di luar ruangan operasi "Operasi itu berjalan lancar, tapi dokter mengatakan harapan hidup Aimee sangat tipis. Hanya doa saja yang bisa menyelamatkannya," kata sang ayah, Andy Copeland, di blognya aimeecopeland.com.
Kekuatan doa dan upaya para dokter itu tidak sia-sia. Aimee mampu melewati fase kritis pertama. Kesadarannya perlahan pulih. Meski belum bisa bergerak dan bersuara, dia sudah bisa tersenyum. Sudah bisa berkomunikasi dengan menggerakkan bibir.
Dua pekan semenjak amputasi itu, kondisi Aimee belum juga stabil. Jemari tangan dan kaki kanan Aimee mulai terlihat ruam yang sangat buruk. Menandakan tak ada aliran darah di sana. Potensi infeksi semakin nyata di area tersebut.
Andy pasrah ketika dokter kembali merekomendasikan amputasi. "Lakukan apa saja untuk memberi kesempatan terbaik yang bisa menyelamatkan hidup Aimee," kata ayah dua putri itu. Dan bukan cuma Aimee yang berjuang tapi juga kakak dan ayah-ibunya. Sang ayah berjuang menata emosi, menahan air mata dan rasa perih ketika menyampaikan kabar buruk kepada putri bungsunya itu soal amputasi kedua. Bersama istrinya, Donna Copeland, dan putri sulungnya, Paige Copeland, Andy segera mengunjungi kamar Aimee sesudah mendengar rekomendasi dokter.
Sang ayah membuka obrolan dengan bercanda. Canda dan saling menguatkan sekitar 30 menit. Lalu sang ayah menggenggam tangan Aimee. Mendekatkan ke wajahnya. Lalu berkata, "Aimee, tangan ini tidak sehat, dan bisa menghambat penyembuhan." Suasana kamar itu senyap. Berdebar mereka menunggu jawaban si bungsu.
Aimee mengangguk.
"Aimee, aku tidak ingin sesuatu terjadi padamu. Pikiranmu masih sangat sehat, jantungmu baik dan semangatmu menyala. Dokter ingin mengamputasi tangan dan kakimu hari ini untuk memastikan kesempatan terbaik bertahan hidup," kata sang ayah dengan suara tercekat.
Aimee mengangguk lagi.
Sang kakak ikut memompa semangat. Dia bercerita tentang tangan dan kaki palsu yang memungkinkan pasien amputasi bisa beraktivitas normal. Mendengar cerita itu Aimee tersenyum. Sejenak dia menatap keluarganya. Lalu sembari senyum menjawab pelan, "Segera lakukan!" Ruang rawat itu tersapu haru.
Melangkah keluar dari situ, sang ayah tak lagi bisa menahan lelehan air mata. Menangis bukan saja karena putrinya akan kehilangan tangan dan kaki. Tapi juga menangis karena selama 53 tahun dalam hidupnya belum pernah melihat ketegaran sebesar itu. Dan itu putri kandungnya sendiri. Yang amat disayangi.
Asal Mulanya Luka Sepele
Necrotizing fasciitis. Bakteri ganas itu bukan hanya menenggelamkan Aimee Copeland ke titik nadir, tapi juga sejumlah warga di Georgia. Ketika Aimee berjuang mempertahankan nafas, di tempat lain tiga warga Georgia Paul Bales, Bobby Vaughn, dan Lana Kuykendall bertahan hidup dengan alat bantu pernafasan.
Dan semuanya bermula dari luka sepele.
Hari pertama bulan Mei, Paul Bales mengalami luka di kaki saat tengah membangun dermaga di danau Sinclair, dekat Milledgeville, Georgia. Tak merasa ada yang kritis, kakek 67 tahun itu hanya membalut lukanya dengan perban. Sesudah itu seperti hari yang sudah-sudah. Aktivitas seperti biasa. Dan pergi main golf. Petaka itu mulai dirasakan hari keempat. “Luka itu tiba-tiba membengkak empat hari kemudian," kata Mike Bales, anak laki-laki Paul. Di usia senjanya kakek Paul terpaksa kehilangan kaki kiri.
Bobby Vaughn mungkin lebih beruntung. Meski tim bedah harus mengangkat jaringan mati di pangkal paha seberat hampir satu kilogram, serangan bakteri pemakan daging itu tak sampai membuat anggota tubuhnya diamputasi. Bakteri ganas itu menyusup ke tubuh pria 33 tahun lewat luka kecil di paha. Tergores mesin pemotong rumput di Cartersville, Georgia. Lain lagi cerita Lana Kuykendall. Wanita 36 tahun itu baru saja bersuka cita. Melahirkan bayi kembar. Tapi beberapa jam setelah meninggalkan sebuah rumah sakit bersalin di Atlanta, Georgia, dia menyadari ada kenyerian dalam memar kecil di kakinya.
Memar itu membesar cepat. Bertambah lebar dalam hitungan jam. Si memar kecil yang kian meraksasa itu memaksanya kembali ke rumah sakit. Melewati tujuh kali operasi, kondisinya kini masih kritis. Empat kasus dalam waktu hampir bersamaan itu sontak membuat panik warga Georgia. Mereka takut dengan wabah bakteri pemakan daging manusia. Orang-orang lalu menghindari lokasi di mana para korban terinfeksi. Untuk melihat gambar korban yang terkena serangan bakteri necrotizing fasciitis ini dapat mengakses Google dan mengetikan keyword "necrotizing fasciitis" akan terlihat foto korban keganasan bakteri ini. namun jika anda tidak kuat mohon jangan menuju kesana.
Bukan hanya warga Georgia, penyakit ini kemudian membetot perhatian warga Amerika Serikat, pemerintah dan para ahli bakteri dari seluruh dunia. Sepanjang pekan lalu, para ahli kesehatan di negeri Barrack Obama itu sibuk menelisik bakteri ganas ini. Dan berusaha keras meredam penyebaran. Dan ternyata bakteri itu sudah pernah mengamuk di masa lalu. Bukan hanya di Amerika Serikat. Menyebar di Kanada hingga Belanda di Benua Eropa. Korbannya juga sudah banyak Sejumlah tokoh dunia bahkan pernah dimangsa.
Tahun 1994, Perdana Menteri Quebec, Kanada, Lucien Bouchard, kakinya digerogoti bakteri ini. Kaki sang perdana menteri itu terpaksa diamputasi. Kasusnya disebut sebagai yang pertama terekam media. Mantan Perdana Menteri Belanda, Peter Balkenende, juga digerogoti bakteri serupa pada 2004. Beruntung, penanganan cepat menyembuhkannya, tanpa harus masuk kamar operasi. Tanpa harus amputasi. Pada 2005, necrotizin fasciitis bahkan merenggut nyawa Alexandru Marin, profesor peneliti di MIT Boston University dan Harvard University. Setahun kemudian, David Walton, seorang pakar ekonomi asal Inggris juga kehilangan nyawa, hanya dalam tempo 24 jam setelah tubuhnya diketahui digerogoti bakteri ganas itu.
Langka dan Membunuh
Necrotizin fasciitis merupakan infeksi bakteri. Biasa menyerang lewat luka atau goresan di kulit. Si bakteri itu tidak hanya merusak sel-sel kulit, otot, serta lapisan lemak, tapi berpotensi mematikan jaringan tubuh. Gejala awal tak terlalu menyolok. Kulit membengkak, ruam atau memar. Berkeringat, badan menggigil, demam, dan mual. Namun, dalam hitungan hari, bahkan jam, penyakit ini bisa memicu kegagalan fungsi organ. Dari situlah kematian bisa menjemput.
Menurut WebMD, necrotizin fasciitis tergolong penyakit langka yang sangat ganas. Meski hampir semua korban segar bugar, sehat walafiat sebelum terinfeksi, tapi sekitar 25 persen di antaranya kehilangan nyawa dalam waktu yang sangat singkat. Ada beragam bakteri yang memicu infeksi ini. Salah satunya Aeromonas hydrophila. Si Aeromonas itulah yang terdeteksi di tubuh Aimee. Meski hidup di lingkungan bebas, bakteri ini tak otomatis bisa menulari orang sekeliling. Kasus yang terjadi masih langka.
Dr. William Schaffner, Kepala Departemen Pencegahan Penyakit di Vanderbilt University Medical Center, mengatakan, jumlahnya yang terdata sekitar 250 kasus di seluruh Amerika Serikat. Dari kasus yang terdata, 70 persen korban umumnya memiliki salah kondisi berikut: luka terbuka, daya tahan tubuh lemah, dan gangguan sistem kesehatan kronis seperti diabetes, kanker, gangguan liver, dan penyakit ginjal.
Dr Buddy Creech, asisten profesor penyakit menular pediatrik di Vanderbilt University, mengingatkan bahwa bakteri ini bersifat virulen. Memiliki kemampuan luar biasa menghancurkan jaringan di sekelilingnya. "Saat masuk ke jaringan dalam, kerusakan biasanya akan sangat sulit dikendalikan." Lantaran susah ditaklukkan, penangganan cepat sangat menentukan selamat tidaknya korban. Selain pemberian obat antibiotik dosis tinggi, operasi pengangkatan jaringan terinfeksi biasanya menjadi pilihan. Menghindari penyebaran. Amputasi juga harus segera dilakukan jika bakteri menyebar melalui tangan dan kaki.
"Semakin cepat penanganan, semakin besar kemungkinan Anda sembuh dan terhindar komplikasi serius, seperti amputasi anggota tubuh atau kematian," kata Creech. Aimee mungkin terlambat ditangani. Bolak-balik ke ruang gawat darurat, luka itu dianggap biasa. Bahkan oleh para dokter yang merawat. Gadis cantik ini harus kehilangan seluruh kaki kiri. Pergelangan kaki kanan. Dua pergelangan tangan, dan sebagian jaringan di perut.
Selain kerja keras para dokter di ruang operasi, ketegaran membuat semangat hidupnya terus menggelora. Kini dia perlahan pulih. Sudah bisa duduk. Bicara. Bahkan bercanda dengan gelak tawa. Semoga Bakteri necrotizing fasciitis ini segera lenyap dari muka bumi dan tidak ada lagi yang terkena keganasan bakteri ini
Next On Bersodagembira

















