Makna Dalam Lasagna

“enak” ujarnya singkat

“ are you serious?” aku mengernyitkan dahi, tidak yakin. “Aku menggunakan stock keju terakhir yang kita punya”

“yep, this is good” Ed tetap melahap Lasagna itu. Tanpa menatapku, fokus pada Bussines Daily, suratkabar langganannya. ‘Kitab suci’ yang harus ada tiap pagi, sama seperti Lasagna. Sarapan yang selalu ia makan setiap hari. Setiap pagi.

Aku ingat di awal kita berkenalan, dia tidak pernah membawaku kencan ala Eropa. Baru ketika Ed mulai memperkenalkanku pada keluarga besarnya, Debbie, ibu mertuaku bercerita.

“Incidente” Ujar Debbie sambil meracik bolognaise,saus tomat yang menjadi dasar resep Lasagna. Aku membantunya memotong bawang bombay sambil terus mendengarkan Debbie bercerita. Awal bagaimana Ed kecanduan dengan Lasagna.

“ Sewaktu usia 8 tahun, Ed tertabrak mobil. Kakinya patah. Ia menangis saat kakinya harus di gips. Aku menghiburnya dengan membuatkan Lasagna. Tak kusangka dia suka, semenjak saat itu ia selalu meminta dibuatkan Lasagna saat suasana hatinya sedang buruk”

Hmm… sugesti pikirku. Cokelat saat galau jauh lebih masuk akal dibanding satu loyang lasagna. Tidak ada Phenylethylamine, tidak ada kafein. Lalu apa yang menarik dari Lasagna? Sugesti. Hanya sugesti semu dari Ed, kepercayaan masa kecil yang terus ia bawa. Bahwa Lasagna bisa mempengaruhi suasana hati.

Dari kecelakaan, lambat laun Ed rutin meminta Lasagna sebagai menu wajib sarapan paginya. Tidak perlu Vit C atau Cod Oil. Karena bagi Ed, Lasagna adalah dopping tetap hariannya. Seloyang Lasagna adalah wajib dipagi hari. Hanya satu loyang. Tak pernah lebih jumlahnya. Pernah ketika aku tengah hamil 3 bulan dan ngidam Aglio Olio, kami dinner disebuah Pasta House, Ed tidak menyentuh Lasagna. Baru saat perjalanan pulang ia memesan nasi dan ayam bakar untuk dimakan di rumah. Lasagna hanya untuk sarapan.

Lasagna dan Ed, seperti cinta pada pandangan pertama.

Aku ingat saat Debbie bercerita Ed tetap meminta Lasagna saat sahur pertamanya.

Kapanpun Ed meminta Lasagna, ia pasti menghabiskannya. Seberapapun besar loyangnya. Kutebak ini pasti budaya Jawa yang ditanamkan ayahnya, pengusaha Batik tulis yang berhasil memikat Debbie, gadis Italia yang sedang Internship di Solo. Mereka menikah, Debbie rela menukar segalanya, keyakinan, kewarganegaraan dan selera makan demi bersama beliau, Sunarto.

Ed sangat sopan dan menyayangi semua pacarnya, Debbie pernah mengatakan padaku. Bila Ed sudah membawa seorang gadis dan meminta Debbie untuk mengajarinya membuat Lasagna itu pertanda Ed serius.

Hanya dua gadis yang pernah ia bawa, Jenar dan aku. Pada akhirnya aku memang yang dinikahi oleh Ed. Dia ditinggal mati Jenar, tiga tahun setelah itu ia bertemu aku.

Lasagna dan Ed, seperti morphin untuk pecandu.

Debbie menghadiahiku resep Lasagna saat hari pernikahan kami

“Iricette di famiglia” Katanya, entah resep dari generasi ke berapa. Kertasnya sudah kuning. Kusalin resep itu dan kusimpan rapi. Aku takut bernasib seperti Debbie, lebih dulu menghadap Tuhan. Meninggalkan Ed dan Sunarto. Anakku harus bisa membuatkan ayahnya Lasagna, pikirku.

Selalu setiap hari Ed meminta Lasagna, setiap hari setiap pagi.

Namun setahun belakangan ini ada yang berubah.

“Enak” hanya itu yang dia ucapkan. Padahal enam tahun menikah, tak sekalipun ia berbohong soal rasa Lasagna yang aku buat.

“Kurang keju”

“Say, Saus Bachamelnya terlalu kental”

“Kamu menaruh terlalu banyak Oregano”

Sekalipun ia tidak pernah berbohong soal rasa Lasagna yang dia makan. Jika rasanya tidak mirip buatan Debbie, Ed akan protes –meskipun tetap ia habiskan-

Sudah setahun ini, hanya enak. Itu saja yang dia katakan.

Beberapa kali sengaja aku kurangi takaran bahan, tetap ia bilang enak.

Aku tau ada yang salah. Ed berubah.

Tapi apa?

Ku buka Blackberry nya, aman.

Selalu menemani ku belanja bulanan tanpa rewel

Tak pernah salah menyebut nama wanita lain saat kami di ranjang

Selalu menelponku saat jam makan siang hanya untuk mengingatkan “Mesin Jahit tidak bisa menyuapi kamu, Say” Pekerjaan sebagai Desainer terkadang membuatku lupa diri.



Dia Ed yang sama. Hanya aku tau ada yang berbeda.



Aku tau sebabnya, aku hanya diam karena berharap ia akan cerita.



Tapi tidak, ia hanya diam dan memakan Lasagna nya. Kali ini tidak habis.

Sudah setahun, aku mengurangi takaran dalam resep Debbie

Sudah setahun, hanya enak. Itu saja.



Diluar itu semua Ed tidak pernah berubah, tapi aku tau dia berubah, aku tau sebabnya. Lasagna memberi tahuku.

Pagi ini kembali aku membuatkan Lasagna, ia kembali berkata enak. Kembali tidak menghabiskan sarapannya.



Hal yang paling aku takutkan terjadi, tapi sudah setahun. Setahun aku belajar menguatkan diri, I can see what happen with him by the Lasagna. Ed baik, manis dan perhatian. Dia hanya tidak tegaan. Maka biar aku yang memulai.



Aku dekatkan bangku ke arah meja makan dan berkata, dengan senyum termanis yang aku punya.

“Ed, katakanlah… aku ikhlas”

“ aku tidak punya sesuatu untuk dikatakan, Say”

“ada”

“apa ?”

“Talak”

Ed pucat, menelan ludah. Mulutnya terbuka, hendak mengatakan sesuatu namun tertahan di tenggorokannya…

“I knew it Ed. Dua Loyang Lasagna di pagi hari tidak baik untukmu…”



Makna Dalam Lasagna
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar