Pelajaran IPA dan IPS di SD (Tidak) Akan Dihapus
Banyak posting di facebook dan artikel-artikel di blog yang menyoroti dihapusnya pelajaran IPA dan IPS. Sayangnya, posting dan artikel tersebut tidak cermat dan cenderung menyesatkan. Banyak pihak yang menulis posting dan artikel hanya didasarkan kepada judul yang dipakai oleh media, tanpa membaca isi dari berita yang seutuhnya.
Penyesatan ini berawal dari judul-judul berita yang dipakai oleh media, yaitu PELAJARAN IPA DAN IPS dihapus. Padahal isi berita di artikel tersebut BUKAN PENGHAPUSAN, melainkan penggabungan.
Di bawah ini saya berikan dua contoh berita dengan judul tersebut:
(1) http://www.tempo.co/read/news/2012/09/29/079432659/Pelajaran-IPA-dan-IPS-Sekolah-Dasar-Dihapus
(2) http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/530871/
Tanpa membaca cermat, banyak pihak yang serta merta memaki-maki Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama yang dianggap bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Bahkan beberapa posting dan artikel di blog mengatakan bahwa pendidikan IPA dan IPS di SD dihapus dan akan diganti dengan pendidikan Agama. Pendidikan Agama akan diperbanyak. Sungguh ini adalah sebuah berita yang tidak benar sama sekali.
Penyesatan ini berawal dari judul-judul berita yang dipakai oleh media, yaitu PELAJARAN IPA DAN IPS dihapus. Padahal isi berita di artikel tersebut BUKAN PENGHAPUSAN, melainkan penggabungan.
Di bawah ini saya berikan dua contoh berita dengan judul tersebut:
(1) http://www.tempo.co/read/news/2012/09/29/079432659/Pelajaran-IPA-dan-IPS-Sekolah-Dasar-Dihapus
(2) http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/530871/
Tanpa membaca cermat, banyak pihak yang serta merta memaki-maki Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama yang dianggap bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Bahkan beberapa posting dan artikel di blog mengatakan bahwa pendidikan IPA dan IPS di SD dihapus dan akan diganti dengan pendidikan Agama. Pendidikan Agama akan diperbanyak. Sungguh ini adalah sebuah berita yang tidak benar sama sekali.
Sebenarnya, penggabungan IPA dan IPS di SD adalah merupakan reaksi dari curahan hati (curhat) Pak Boediono di Harian Kompas tanggal 27 Agustus 2012. Dalam artikel berjudul: ”Pendidikan Kunci Pembangunan” Bapak Wakil Presiden Republik Indonesia menyentil bahwa pendidikan Indonesia ’belum punya konsep yang jelas’, sehingga semua hal dijejalkan dalam kurikulum.
Saya yakin bahwa Wakil Presiden Republik Indonesia sudah mengomunikasikan kegalauannya ini kepada para menterinya saat rapat kabinet. Bahkan saya juga yakin beliau sudah memberi instruksi. Namun mungkin himbauan dan instruksi ini tidak pernah didengar oleh para menterinya, sehingga Bapak Wakil Presiden Republik Indonesia perlu curhat kepada rakyat melalui Harian Kompas. Sungguh terlalu.
Marilah kita kembali kepada pokok bahasan, yaitu penggabungan pelajaran IPA dan IPS di SD.
IPA dan IPS di SD tidak dihapus tapi direncanakan digabung. Penggabungan ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan pendidikan agama. Alasan penggabungan IPA dan IPS di SD adalah karena pada kurikulum yang sekarang beban anak terlalu berat dan isinya hanya menghafal saja. Jika materinya dikurangi, maka akan ada kesempatan bagi guru untuk mengajarkan ‘cara belajar’ daripada menyelesaikan materi yang terlalu banyak. Adalah lebih penting mengajarkan konsep tentang Ilmu Alam dan Ilmu Sosial sehingga anak-anak bisa mengenali, menyadari dan menalar hal-hal yang ada di sekitarnya, di negaranya dan di dunia.
Pikiran di balik penggabungan IPA dan IPS di SD adalah perubahan kebutuhan anak sekarang ini. Jika sebelum tahun 90-an informasi harus dihafal, sekarang ini informasi bisa didapat dengan cepat melalui internet. Saat ini anak tidak membutuhkan menyerap dan menyimpan informasi, tetapi membutuhkan kemampuan untuk mencari informasi, menalarnya, mengolahnya sehingga informasi tersebut bermakna bagi si anak. Kemampuan mencari, menalar dan mengolah informasi menjadi bekal bagi mereka saat memasuki dunia dewasa. Oleh sebab itu, lebih penting mengajarkan kepada anak tentang: ‘BAGAIMANA BELAJAR’ daripada mengharuskan mereka untuk menyerap informasi.
Pada kurikulum SD sekarang ini, untuk menjamin anak-anak mempunyai informasi yang memadai, maka diajarkan IPA dan IPS secara terpisah. Akibatnya anak hanya dijejali informasi yang sebenarnya sangat mudah bisa didapat hanya dengan menulis kata kunci di Google. Makanya, sekarang ini IPA dan IPS akan digabung supaya anak belajar konsep Ilmu Pengetahuan dan tahu bagaimana Ilmu Pengetahuan bekerja, serta bisa mencari informasi, menalar dan mengolah informasi tersebut sehingga menjadi sebuah makna bagi dirinya.
Sebenarnya, isu bongkar kurikulum sekarang ini bukan sekedar penggabungan IPA dan IPS di SD, melainkan penyusunan ulang kurikulum pendidikan nasional. Seperti telah disinggung diatas, Bapak Wakil Presiden Republik Indonesia curhat bahwa pendidikan kita belum punya konsep yang jelas. Pak Boediono menjelaskan: ”Karena tak ada konsepsi yang jelas, timbullah kecenderungan untuk memasukkan apa saja yang dianggap penting ke dalam kurikulum. Akibatnya, terjadilah beban berlebihan pada anak didik. Bahkan yang diajarkan terasa ”berat”, tetapi tidak jelas apakah anak mendapatkan apa yang seharusnya diperoleh dari pendidikannya.” Beban materi pelajaran yang begitu berat membuat anak tidak sempat belajar keterampilan lain, selain menghafal.
Beban materi yang terlalu banyak dan pengabaian terhadap kecakapan hidup lainnya, mengakibatkan anak belajar mengejar materi (pelajaran) melalui segala cara. Akibatnya, ketika mereka masuk dunia kerja, mereka menerapkan hasil belajarnya ’mengejar materi’ dengan segala cara. Termasuk KORUPSI!
Artinya, kurikulum yang ada sekarang harus didesain ulang.
Selanjutnya Bapak Wakil Presiden Republik Indonesia menutup artikelnya dengan mengambil contoh dari kurikulum S1 Amerika Serikat, dimaka delapan kemampuan menjadi patokan penyusunan kurikulum. Ke delapan kemampuan tersebut adalah:
(1) Kemampuan berkomunikasi,
(2) Kemampuan berpikir jernih dan kritis,
(3) Kemampuan mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan,
(4) Kemampuan untuk menjadi warga negara yang efektif,
(5) Kemampuan untuk mencoba mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda,
(6) Kemampuan hidup dalam masyarakat yang mengglobal,
(7) Kemampuan memiliki minat yang luas mengenai hidup,
(8) Kesiapan untuk bekerja.
Jadi, marilah kita kawal re-disain kurikulum ini dengan cermat, sehingga para pakar yang sekarang ini bekerja di gedung Kemendikbud dan Kemenag bisa menghasilkan sebuah kurikulum pendidikan yang bisa menyiapkan anak-anak Indonesia yang mampu mengelola negara dan bersaing di kancah global. Bukan kurikulum yang menjadikan anak mengejar materi melalui korupsi.
Saya yakin bahwa Wakil Presiden Republik Indonesia sudah mengomunikasikan kegalauannya ini kepada para menterinya saat rapat kabinet. Bahkan saya juga yakin beliau sudah memberi instruksi. Namun mungkin himbauan dan instruksi ini tidak pernah didengar oleh para menterinya, sehingga Bapak Wakil Presiden Republik Indonesia perlu curhat kepada rakyat melalui Harian Kompas. Sungguh terlalu.
Marilah kita kembali kepada pokok bahasan, yaitu penggabungan pelajaran IPA dan IPS di SD.
IPA dan IPS di SD tidak dihapus tapi direncanakan digabung. Penggabungan ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan pendidikan agama. Alasan penggabungan IPA dan IPS di SD adalah karena pada kurikulum yang sekarang beban anak terlalu berat dan isinya hanya menghafal saja. Jika materinya dikurangi, maka akan ada kesempatan bagi guru untuk mengajarkan ‘cara belajar’ daripada menyelesaikan materi yang terlalu banyak. Adalah lebih penting mengajarkan konsep tentang Ilmu Alam dan Ilmu Sosial sehingga anak-anak bisa mengenali, menyadari dan menalar hal-hal yang ada di sekitarnya, di negaranya dan di dunia.
Pikiran di balik penggabungan IPA dan IPS di SD adalah perubahan kebutuhan anak sekarang ini. Jika sebelum tahun 90-an informasi harus dihafal, sekarang ini informasi bisa didapat dengan cepat melalui internet. Saat ini anak tidak membutuhkan menyerap dan menyimpan informasi, tetapi membutuhkan kemampuan untuk mencari informasi, menalarnya, mengolahnya sehingga informasi tersebut bermakna bagi si anak. Kemampuan mencari, menalar dan mengolah informasi menjadi bekal bagi mereka saat memasuki dunia dewasa. Oleh sebab itu, lebih penting mengajarkan kepada anak tentang: ‘BAGAIMANA BELAJAR’ daripada mengharuskan mereka untuk menyerap informasi.
Pada kurikulum SD sekarang ini, untuk menjamin anak-anak mempunyai informasi yang memadai, maka diajarkan IPA dan IPS secara terpisah. Akibatnya anak hanya dijejali informasi yang sebenarnya sangat mudah bisa didapat hanya dengan menulis kata kunci di Google. Makanya, sekarang ini IPA dan IPS akan digabung supaya anak belajar konsep Ilmu Pengetahuan dan tahu bagaimana Ilmu Pengetahuan bekerja, serta bisa mencari informasi, menalar dan mengolah informasi tersebut sehingga menjadi sebuah makna bagi dirinya.
Sebenarnya, isu bongkar kurikulum sekarang ini bukan sekedar penggabungan IPA dan IPS di SD, melainkan penyusunan ulang kurikulum pendidikan nasional. Seperti telah disinggung diatas, Bapak Wakil Presiden Republik Indonesia curhat bahwa pendidikan kita belum punya konsep yang jelas. Pak Boediono menjelaskan: ”Karena tak ada konsepsi yang jelas, timbullah kecenderungan untuk memasukkan apa saja yang dianggap penting ke dalam kurikulum. Akibatnya, terjadilah beban berlebihan pada anak didik. Bahkan yang diajarkan terasa ”berat”, tetapi tidak jelas apakah anak mendapatkan apa yang seharusnya diperoleh dari pendidikannya.” Beban materi pelajaran yang begitu berat membuat anak tidak sempat belajar keterampilan lain, selain menghafal.
Beban materi yang terlalu banyak dan pengabaian terhadap kecakapan hidup lainnya, mengakibatkan anak belajar mengejar materi (pelajaran) melalui segala cara. Akibatnya, ketika mereka masuk dunia kerja, mereka menerapkan hasil belajarnya ’mengejar materi’ dengan segala cara. Termasuk KORUPSI!
Artinya, kurikulum yang ada sekarang harus didesain ulang.
Selanjutnya Bapak Wakil Presiden Republik Indonesia menutup artikelnya dengan mengambil contoh dari kurikulum S1 Amerika Serikat, dimaka delapan kemampuan menjadi patokan penyusunan kurikulum. Ke delapan kemampuan tersebut adalah:
(1) Kemampuan berkomunikasi,
(2) Kemampuan berpikir jernih dan kritis,
(3) Kemampuan mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan,
(4) Kemampuan untuk menjadi warga negara yang efektif,
(5) Kemampuan untuk mencoba mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda,
(6) Kemampuan hidup dalam masyarakat yang mengglobal,
(7) Kemampuan memiliki minat yang luas mengenai hidup,
(8) Kesiapan untuk bekerja.
Jadi, marilah kita kawal re-disain kurikulum ini dengan cermat, sehingga para pakar yang sekarang ini bekerja di gedung Kemendikbud dan Kemenag bisa menghasilkan sebuah kurikulum pendidikan yang bisa menyiapkan anak-anak Indonesia yang mampu mengelola negara dan bersaing di kancah global. Bukan kurikulum yang menjadikan anak mengejar materi melalui korupsi.
Pelajaran IPA dan IPS di SD (Tidak) Akan Dihapus
0 Comments